Selasa, 05 Januari 2010

Sikap Pekerja & Ketidakpuasan kerja

TUGAS PSIKOLOGI MANAJEMEN
“Sikap Pekerja & Kepuasan Kerja”
Nama : ANDITA MAULANA AKBAR
Npm : 10507014
Kelas : 3 PA 05
A. PENGERTIAN KEPUASAN KERJA
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003:78).
Greenberg dan Baron (2003:148) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka. Selain itu Gibson (2000:106) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya.
Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.
Locke mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting oleh individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya).
Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.

B. TEORI KEPUASAN KERJA
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :
1. Two Factor Theory
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors.
Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators.
2. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.




C. PENYEBAB KEPUASAN KERJA
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki :225) yaitu sebagai berikut :
a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.
c. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan
pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
d. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di
tempat kerja.

e. Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting
untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan
pekerjaan.
Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan dan rekan kerja).
a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan ada kepuasan kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
Contohnya seperti demo karyawan PT.KA (Persero) yang menuntut perbaikan nasib dan tunjangan pensiun.
http://www.youtube.com/watch?v=4newMrrXscI

b. Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.
c. Hubungan Kerja
Hubungan dengan rekan kerja
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional.
Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauhmana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama.
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
D. KORELASI KEPUASAN KERJA
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mepunyai rentang dari lemah dampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki,2001:226).
Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut :
1) Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.
2) Pelibatan Kerja
Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meingkatkan keterlibatan kerja pekerja.
3) Organizational citizenship behavior
Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.
4) Organizational commitment
Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang sifnifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja.
5) Ketidakhadiran (Absenteisme)
Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.
6) Perputaran (Turnover)
Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran.
7) Perasaan stres
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres.
8) Prestasi kerja/kinerja
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan.


E. MENGUKUR KEPUASAN KERJA
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan.
1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya .
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya.
Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan. Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada penyilid ukuran kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden.
Sementara itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.
2. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1. Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.

2. Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
3. Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.
F. PENGARUH KEPUASAN KERJA
1. Terhadap Produktivitas
Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merpakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji/upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan.

2. Ketidakhadiran (Absenteisme)
Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir.
Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) antara kepuasan dan ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif. Sebagai contoh perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas.
3. Keluarnya Pekerja (Turnover)
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya.
4. Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja
Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan Robbins (2003):
a. Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.
b. Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.
c. Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan.
d. Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi lebih baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.
G. MENINGKATKAN KEPUASAN KERJA
Greenberg dan Baron (2003:159) memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan dengan cara sebagai berikut :
1) Membuat pekerjaan yang menyenangkan
Karena pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang membosankan akan membuat orang menjadi lebih puas.
2) Orang dibayar dengan jujur
Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan/penggajian tidak jujur cendrung tidak puas dengan pekerjaannya.
3) Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.
Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya di tempat kerja, semakin puas mereka dengan pekerjaannya.


4) Menghindari kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang
Kebanyakan orang cendrung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Karena orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan kontrol atas cara mereka melakukan sesuatu.
Sedangkan menurut Riggio, peningkatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1 Melakukan perubahan struktur kerja
Misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktek untuk para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi dalam usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar anggota dari organisasi.
2 Melakukan perubahan struktur pembayaran
Perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya daripada posisinya di perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan jasanya (merit pay), sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan performancenya, pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri. Dan pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran berdasarkan pada keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelompok).
3 Pemberian jadwal kerja yang fleksibel
Dengan memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat, dimana pekerja tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab pada anak-anak. Compressed work week (pekerjaan mingguan yang dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya dikurangi sedang jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para pekerja dapat memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari senin hingga jum’at, sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan. Cara yang kedua adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan sejumlah jam khusus per minggu (Flextime), tetapi tetap mempunyai fleksibilitas kapan mulai dan mengakhiri pekerjaannya.
4 Mengadakan program yang mendukung
Perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan dapat meningkatkan kepuasan kerja para karyawan, seperti; health center, profit sharing, employee sponsored child care, dll
H. Mencegah & Mengatasi Ketidapuasan Kerja
Idealnya seorang manajer yang sekaligus sebagai pemimpin suatu unit kerja dapat mengetahui kebutuhan, kepribadian, dan masalah-masalah yang dihadapi karyawannya. Masalah-masalah yang sering dihadapi karyawan antara lain ketidakpuasan kerja dan motivasi kerja. Kedua faktor itu berhubungan antara lain dengan gaya kepemimpinan manajer, manajemen kompensasi, manajemen karir, dan intensitas hubungan vertikal dan horisontal. Dengan demikian masalah yang dihadapi karyawan disini lebih ditekankan pada faktor penyebab eksternal dirinya. Artinya kalau faktor-faktor eksternal tadi tidak diperbaiki maka kepuasan kerja dan motivasi kerja bakal rendah dan akan memengaruhi kinerja karyawan. Pada gilirannya akan memengaruhi kinerja perusahaan.

Sementara itu karyawan bermasalah dapat diindikasikan antara lain sebagai sifat atau perilaku malas, komitmen kurang, emosional, kedisiplinan tidak terkendali, kerap bolos kerja, dan egoistis dalam bekerjasama. Ciri bekerja dan kinerjanya adalah sangat marjinal, asal-asalan, dan kurang toleran dengan lingkungan. Perilaku tersebut lebih berkait dengan faktor internal ketimbang eksternal. Faktor internal karyawan meliputi faktor-faktor pendidikan, usia, pengalaman kerja, sikap, dan ketrampilan. Namun demikian lemahnya manajemen kontrol, kurangnya pelatihan dan pengembangan, tidak adilnya manajemen kompensasi dan karir, rendahnya mutu hubungan horisontal dan vertikal dapat mendorong terjadinya perilaku negatif dari karyawan seperti itu.

Baik masalah karyawan dan karyawan bermasalah akan dapat menimbulkan masalah perusahaan yang kronis dan menimbulkan ongkos mahal. Ujungnya adalah keuntungan perusahaan yang menurun. Bayangkan misalnya perusahaan harus menanggung beban kalau produktivitas menurun akibat potensi karyawan yang rendah. Begitu juga kalau perusahaan harus menghentikan program produksinya karena banyak karyawan yang malas dan tidak disiplin. Selain itu bisa menimbulkan kegagalan pendistribusian barang ke pasar dan ketidakpuasan konsumen dan pelanggan.

Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor eksternal maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
2. melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
3. melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
4. mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5. melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.

Sementara itu strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi karyawan bermasalah antara lain dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi terjadinya karyawan bermasalah misalnya terhadap karyawan yang malas, tidak disiplin, sangat sensitif, temparamental, dan sangat egoistis.
2. melakukan sosialisasi dan internalisasi budaya organisasi atau korporat, budaya kerja, dan budaya mutu kerja secara intensif; kalau diperlukan diperlukan tindakan penegakan kedisiplian dan koreksi yang bergantung pada derajad masalahnya.
3. melakukan pelatihan dan pengembangan khususnya yang menyangkut softskills disertai dengan bimbingan dan konseling kepada karyawan khususnya oleh manajer dan karyawan senior yang berwibawa.
4. menerapkan sistem imbalan yang menarik kepada karyawan berprestasi dan hukuman kepada yang berkinerja dibawah standar secara obyektif, tegas dan tidak diskriminasi.
5. mengembangkan sistem umpan balik tentang proses dan kinerja perusahaan berikut masalah-masalah yang dihadapi perusahaan dan karyawan dalam membangun suasana pembelajaran yang dinamis dan merata di semua karyawan; baik dilakukan secara formal maupun informal.
6. mengembangkan tim kerja yang solid dan dinamis dengan kepemimpinan yang berorientasi membangun motivasi dan transformasional.

Fenomena masalah karyawan dan karyawan bermasalah merupakan hal yang rutin terjadi di suatu perusahaan. Yang berbeda cuma derajad dan frekuensinya saja. Mulai dari kondisi yang ringan sampai yang parah. Karena itu pendekatannya pun ada yang dengan menggunakan jalur keorganisasian berupa penyusunan strategi dan kebijakan SDM yang baru dan ada yang hanya dilakukan dengan pendekatan personal. Namun apapun derajadnya, mengatasi masalah karyawan dan karyawan bermasalah tidak bisa ditunda-tunda; menunggu masalahnya sudah mencapai titik kritis. Kalau seperti itu maka permasalahannya akan semakin kampleks. Jadi harus sudah diantisipasi dan segera diatasi.


Daftar Pustaka

http://valmband.multiply.com/journal/item/1

http://ronawajah.wordpress.com/2009/04/05/mengatasi-masalah-karyawan-dan-karyawan-bermasalah/

http://www.youtube.com/watch?v=4newMrrXscI