Minggu, 22 November 2009

TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW DAN IMPLIKASINYA

 Kelompok :

Andita Maulana Akbar        (10507014)

Arfianto Catur I                     (10507024)

Harsa Satria W                     (10507106)

Samuel Ondomora              (10507300)

 

TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW DAN IMPLIKASINYA

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai lima hierarki kebutuhan, yaitu :

· Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah)àManifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Teori ini bisa dikatakan sebagai suatu hal yang memang mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan kebutuhan ini. Example, Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, rumah, kendaraan dll, yang merupakan kebutuhan pokok, menjadi motif dasar dari karyawan itu sendiri mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.

· Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs)à Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya. Example, kebutuhan ini lebih dibutuhkan bagi seseorang yang bekerja dalam organisasi yang menghasilkan produk berupa barang, tidak hanya keselamatan dan keamanan dalam kedudukan, tetapi keamanan dan keselamatan pekerjaan itu sendiri, seperti para buruh yang bekerja pada pabrik yang mengolah bahan kimia, mereka butuh rasa keamanan yang tinggi, buruh bangunan.

· Kebutuhan sosial (Social Needs) àKebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi. Example, biasa lebih diperlukan oleh karyawan yang diharuskan bekerja dibalik meja atau computer, terutama seperti mereka yang bekerja sebagai administrator dalam suatu jejaring sosial, meskipun mereka bisa bersosialisasi lewat dunia maya, tetap saja mereka membutuhkan kehadiran orang-orang sekitar yang dapat diajak kerja sama dan bisa diajak berbicara sambil menunjukkan emosinya.

 

· Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs)à Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya. Example,  setiap karyawan memiliki prestasi masing-masing, dalam hal itu mereka berkompetisi dalam menyelesaikan tugas sebaik-baiknya, setelah pencapaian usaha mereka dinilai baik oleh organisasi dan atasan, biasanya mereka diberikan piagam, atau suatu emblem yang dapaut menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang berhasil dalam bidangnya sesuai dengan yang diharapkan organisasi. Kebutuhan akan hal tersebut memancing mereka untuk terus giat menapaki bidangnya masing-masing.

· Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)à Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.

Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.

Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.


Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;

b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.

c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:

    1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
    2. Menikmati pengalaman baru.
    3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
    4. Memiliki standar moral yang jelas.
    5. Memiliki selera humor.
    6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
    7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
    8. demokratis dalam menerima orang lain.
    9. Membutuhkan privasi.
    10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
    11. Kreatif.
    12. Spontan.
    13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
    14. Mengakui sifat dasar manusia.
    15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.

Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan cirri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas cirri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.


Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hierarki.

» Contoh/implikasi dari teori Maslow pada kehidupan

Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan fisiologis, seperti membangun rumah tangganya dengan hasil gaji yang di capai, merasa aman dan nyaman dengan perusahaan yang disana ia meniti karirnya, hingga kebutuhan self esteem (harga diri/pengakuan diri) yang dalam arti karyawan tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabatan atau dipromosikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya dengan mengikuti seminar-seminar yang membangun jiwa kepemimpinannya, hingga ketika ia mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan aktualisasi lebih lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.

Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.

dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/.../content%201.pdf?...

alumnifatek.forumotion.com/...motivasi.../teori-motivasi-t595.htm

wangmuba.com/.../teori-penetapan-tujuan-goal-setting-theory/

http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar